BAB I
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.
Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah
yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang
memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan
singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan
kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk.
Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak
oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig
pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan
merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang
jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi
umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali
keping darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah
sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat
teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping
darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka
memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah
mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae)
muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit
ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar
berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan
autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit
darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel
terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura
adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi
karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui
pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal.
Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui.
Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal.
Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar
menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah
kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter
2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat
besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi
trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah,
khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit
menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah.
Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per
mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari
jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di
darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol
oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun,
tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang
trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan
orang dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah
infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang
dewasa yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan
merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan
oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per
100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat
22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode
pendarahan akut, yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai
dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan
insiden laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5
tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus, atau pun imunisasi 1-6
minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh terjadi saat
trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun,
sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai
adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP.
ITP merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran
trombosit dalam retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya menyertai infeksi
virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons sistem imun yang tidak tepat.
B.
Etiologi
1. Penyebab
dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati.
(Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi
normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus
yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang
sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun
pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada
tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga
bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat
antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem
imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang
platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008).
a. ITP
kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi
makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan
factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata
(KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer
(idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila
kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak)
dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana
information center, 2008)
b. ITP juga
terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman
keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya
tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah
seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo
lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus
yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.
C.
Epidemologi
Ada dua
tipe ITP berdasarkan kalangan penderita :
a. Tipe
pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, anak-anak berusia 2 hingga 4
tahun yang umumnya menderita penyakit ini.
b. Tipe
kedua menyerang orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi
dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family
Doctor, 2006).
ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP.
Batasan yang dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan
diatas 6 bulan disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak
sedangkan kronik ITP sering terjadi pada dewasa. (Imran, 2008)
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik
ITP akut
|
ITP kronik
|
|
Awal
penyakit
|
2-6 tahun
|
20-40 tahun
|
Rasio
L:P
|
1:1
|
1:2-3
|
Trombosit
|
<20.000/Ml
|
30.000-100.000/mL
|
Lama
penyakit
|
2-6 minggu
|
Beberapa tahun
|
Perdarahan
|
Berulang
|
Beberapa hari/minggu
|
(Bakta,
2006; Mehta, et. al, 2006)
D.
Patologi Dan Patofisiologi ITP
Kerusakan
trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang terdapat
pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti
antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan
organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal
atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang
merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami
penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut
dan kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi
terjadinya trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya
bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk
saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada
imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun
terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi
gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang
berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP,
diantaranya GP Ib-lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit
meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis,
serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu: 1)
onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie,
echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi. 2)
perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali
pada <10% kasus.
E.
Pencegahan
a. Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak
dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.
b. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau
ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
c. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar
atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat
berkembang.
d. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala
infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan
ITP yang sudah tidak memiliki limfa.
F. Gejala Dan Tanda
a. Bintik-bintik
merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan
menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena
adanya pendarahan dibawah kulit .
b. Memar
atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut)
disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa
alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih
sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
c. Hidung
mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses.
Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP.
Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak
jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat
keparahan penyakit.
d. Jumlah
platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit
berkonsentrasi.
G.
Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit
menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit < 20.000
/ mm3).
b. Anemia normositik: bila lama berjenis
mikrositik hipokrom.
c. Leukosit biasanya normal: bila terjadi
perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative
dan leucopenia ringan.
d. Sum-sum tulang biasanya normal, tetapu
megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium
megakariosit.
e. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan
normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL
(+).
H. Terapi
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah
trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor.
Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien
mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa
hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi ITP.
kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan
aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang
mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah
sakit .
Terapi awal ITP (standar) :
a.
Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis
0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. respon terapi prednison terjadi dalam 2
minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama, bila respon baik
dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.
b.
Imunoglobulin
intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam
2-3 hari berturut-turutndigunakan bila terjadi pendarahan internal, saat
AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat terapi
kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan
terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar
kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan
. Luasnya variasi terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan
terapi bersifat individual.
1. Steroid
dosis tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon
dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama
4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.
2. Metiprednisolon
Metilprednisolon
dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap
terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis
tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1
mg/kg sekai sehari.
3. IgIV
dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama
2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan
meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika
berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D
iv
4. Anti-D
iv
Dosis
anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah
merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien,
jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor
blockade.
5. Alkaloid
vinka
Misalnya
vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6
minggu.
6. Danazol
Dosis
200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat.
Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya
hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
7. Immunosupresif
dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif
diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan
azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal
dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.
8. Dapsone
Dosis 75
mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD,
karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang
serius.
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN
IDIOPATHIC
THROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )
A.
PENGKAJIAN
1. Keluhan
utama :
Memar, bintik-bintik pada
kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
2. Riwayat
penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg
ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung
dan perdarahan pada gusi gigi.
3. Riwayat
penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin
diturunkan dari orang tua klien.
4. Riwayat
penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV
AIDS, kelainan hematologi.
5. Riwayat
lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias
disebabkan oleh virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi
dengan virus aktif.
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di
bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran
pernafasan.
4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
Ø Gejala : - keletihan, kelemahan, malaise umum.
- toleransi terhadap latihan rendah.
Ø Tanda :
- takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
- kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
Ø Gejala : - riwayat kehilangan darah kronis,
misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat.
-
palpitasi (takikardia kompensasi).
Ø Tanda :
- TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
Ø Gejala : - keyakinan agama / budaya
mempengaruhi pilihan pengobatan:
penolakan transfuse darah.
Ø Tanda : - DEPRESI.
g. Eliminasi.
Ø Gejala : - Hematemesis, feses dengan darah
segar, melena, diare, konstipasi.
Ø Tanda : - distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
Ø Gejala : - penurunan masukan diet.
- mual dan muntah.
Ø Tanda : - turgor kulit buruk, tampak kusut,
hilang elastisitas.
i.
Neurosensori.
Ø Gejala : - sakit kepala, pusing.
- kelemahan, penurunan penglihatan.
Ø Tanda : - epistaksis.
- mental: tak mampu berespons (lambat dan
dangkal).
j.
Nyeri / kenyamanan.
Ø Gejala : - nyeri abdomen, sakit kepala.
Ø Tanda : - takipnea, dispnea.
k. Pernafasan.
Ø Gejala : - nafas pendek pada istirahat dan
aktivitas.
Ø Tanda : - takipnea, dispnea.
l.
Keamanan
Gejala :
penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda :
petekie, ekimosis.
B.
Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan
kelemahan, berat badan menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
b. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen
(biologis, psikologi, kimia, fisik) ditandai dengan gangguan pola tidur, klien
meringis kesakitan di daerah nyeri, skala nyeri (data subyektif).
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan ditandai dengan imobilisasi
d. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang
kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar dengan sumber
informasi.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan factor imunologis ditandai dengan immobilisasi, kelemahan,
hipertermi, perubahan turgor kulit.
f. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi
ke sel ditandai dengan sianosis, oedema, pucat.
g. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan
hypoxia, takikardi.
Diagnose prioritas :
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.
C.
Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan pemenuhan nutrisi
klien terpenuhi dengan
Tujuan:
Menghilangkan
mual dan muntah
Criteria hasil:
Menunjukkan
berat badan stabil
|
1) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi
sering.
2) Pantau pemasukan makanan dan timbang berat
badan setiap hari.
3) Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
4) Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan
makan sesuai dengan indikasi.
|
1) porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan
yang sesuai dengan kalori.
2) anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan
penurunan berat badan dan malnutrisi
yang serius.
3) sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
4) meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
|
b.
Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi,
kimia, fisik).
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan
nyeri yang dirasakan klien berkurang dengan
Tujuan :
-Melaporkan nyeri yang
dialaminya
-Klien mampu mengontrol
rasa nyeri melalui aktivitas
-Mengikuti program
pengobatan
-Mendemontrasikan tehnik
relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin.
|
1)
Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan
intensitas
2)
Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi,
khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara
menghadapinya.
3)
Berikan pengalihan seperti reposisi dan
aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
4)
Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik
relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan
therapeutik.
5)
Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
6) Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga
dengan klien
7) Berikan
analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll
|
1) Memberikan
informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
2) Untuk
mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan
komplikasi.
3) Untuk
meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
4)
Meningkatkan kontrol
diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.
5)
Untuk mengetahui
efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu
menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti
nyeri.
6)
Agar terapi yang
diberikan tepat sasaran.
7) Untuk
mengatasi nyeri.
|
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan klien dapat
melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan dari orang lain dengan
Tujuan:
Meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas.
Criteria hasil:
Menunjukkan
peningkatan toleransi aktivitas.
|
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan
aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan.
2) Awasi TD, nadi, pernafasan.
3) Berikan lingkungan tenang.
4) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau
terhadap pusing.
|
1)
mempengaruhi
pilihan intervensi.
2)
manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ke
jaringan.
3)
meningkatkan
istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh.
4)
hipotensi
postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan
resiko cedera.
|
d. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang
kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah
dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan keluarga mengerti akan penyakit klien
dengan
Tujuan:
Pemahaman
dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Criteria hasil:
-Menyatakan
pemahaman proses penyakit.
-Faham
akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.
|
1) Berikan informasi tntang ITP. Diskusikan
kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP.
2) Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan
diagnostic.
3) Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk
pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.
|
1) memberikan dasar pengetahuan sehingga
keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
2) ketidak tahuan meningkatkan stress.
3) merupakan kekwatiran yang tidak diungkapkan
yang dapat memperkuat ansietas pasien / keluarga.
|
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan factor imunologis
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan
2x24 jam diharapkan kerusakan bisa berkurang dengan
Tujuan :
-Klien
dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
-Berpartisipasi
dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
|
a.
Kaji integritas kulit untuk melihat adanya
efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.
b.
Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian
yang gatal.
c.
Ubah posisi klien secara teratur.
d.
Berikan advise pada klien untuk menghindari
pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
|
a.
Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan
dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu
daerah tertentu.
d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang
kontra indikatif
|
f. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi
ke sel.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kembali kebentuk
normal dengan
Tujuan:
-Tekanan
darah normal.
-Pangisian
kapiler baik.
Kriteria hasil:
Menunjukkan
perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.
|
1) Awasi TTV, kaji pengisian kapiler.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi.
3) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah
terangasang.
4) Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi
nafas.
|
1) memberikan informasi tentang derajat/
keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2) meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3) dapat mengindikasikan gangguan fungsi
serebral karena hipoksia.
4) dispne karena regangan jantung lama /
peningkatan kompensasi curah jantung.
|
g. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Tujuan dan kreteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan
Tujuan:
Mengurangi
distress pernafasan.
Criteria hasil:
Mempertahankan
pola pernafasan normal / efektif
|
1) Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman
dan irama.
2) Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.
3) Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara
periodic.
4) Bantu dengan teknik nafas dalam.
|
1) perubahan (seperti takipnea, dispnea,
penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan berlanjutnya keterlibatan /
pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya intervensi.
2) memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja
pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
3) meningkatkan areasi semua segmen paru dan
mobilisasikan sekresi.
4) membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi
jalan nafas kecil.
|
D.
Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan
sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).
E.
Evaluasi
Hal hal
yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada criteria
hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP, atau
SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Trombositopenia menggambarkan individu yag
mengalami atau pada resiko tinggi untuk mengalami insufisiensi trombosit
sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun,
distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau dilusi vaskuler.
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita
penyakit ITP adalah Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada
darah pada urin dan feses Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat
menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan
pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan
tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri,
fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain. Tindakan
keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan yang
terjadi.
B.
Saran
1. perawat
harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang menderita ITP.
2. perawat
harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan yang
bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien.
3. perawat
harus menerapkap komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat
kecemasan pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Dorland,
W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland,
Edisi 29, EGC : Jakarta
2. Guyton,
1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
Edisi 9, EGC: Jakarta
3. Waspadji,
Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI :
Jakarta
4. DRUGS.2008.Idiopathic
(Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications.http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenic-purpura.html
diakses
tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.39 WITA.
5. NCI.
immune thrombocytopenic purpura. diakses dari http://www.cancer.gov/Templates/db_alpha.aspx?CdrID=559453.htmll
diakses
tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.41 WITA.
6. emedicine.2008.
Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari http://www.emedicine.com/med/topic1151.html
diakses
tanggal 4 Nopember 2012 pukul 19.46 WITA.
7. PDSA.2008.ITP.diakses
dari
Diakses tanggal
4 November 2012 pukul 20.17 WITA.
8. Adiantoro,
Heru.2010. diakses dari
http://www.scribd.com/doc/30379773/Makalah-ITP.html diakses
tanggal 4 Nopember 2012 pukul 23.17 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar