Rabu, 29 Mei 2013

Askep Idiopathic Thrombocytopenic Purpura


BAB I
TINJAUAN TEORI


A.    Pengertian
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan akut, yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus, atau pun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan serinh terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP. ITP merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran trombosit dalam retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respons sistem imun yang tidak tepat.

B.     Etiologi
1.      Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 2008).

a.       ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)

b.      ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.

C.    Epidemologi
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita :
a.       Tipe pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini.
b.      Tipe kedua menyerang orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family Doctor, 2006).

ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada dewasa. (Imran, 2008)

Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik

ITP akut
ITP kronik
Awal penyakit
2-6 tahun
20-40 tahun
Rasio L:P
1:1
1:2-3
Trombosit
<20.000/Ml
30.000-100.000/mL
Lama penyakit
2-6 minggu
Beberapa tahun
Perdarahan
Berulang
Beberapa hari/minggu
  (Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)
 
D.       Patologi Dan Patofisiologi ITP
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti antibody, hal tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit.
Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap antibodi.
Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui.
Gambaran klinik ITP yaitu: 1) onset pelan dengan perdarahan melalui kulit atau mukosa berupa : petechie, echymosis, easy bruising, menorrhagia, epistaksis, atau perdarahan gusi. 2) perdarahan SSP jarang terjadi tetapi dapat berakibat fatal. 3) splenomegali pada <10% kasus.

E.       Pencegahan
a.       Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.
b.      Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
c.       Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.
d.      Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.

F.    Gejala Dan Tanda
a.       Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya pendarahan dibawah kulit .
b.      Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas. Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
c.       Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi. Ada darah pada urin dan feses. Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
d.      Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi.

G.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit < 20.000 / mm3).
b.      Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
c.       Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
d.      Sum-sum tulang biasanya normal, tetapu megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
e.       Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).

H.  Terapi
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .
Terapi awal ITP (standar) :
a.      Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.


b.      Imunoglobulin intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turutndigunakan bila terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan . Luasnya variasi terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.

1.      Steroid dosis tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.

2.      Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg sekai sehari.

3.      IgIV dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv

4.      Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.

5.      Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.

6.      Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.

7.      Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.

8.      Dapsone 
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.

















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )

A.    PENGKAJIAN
1.      Keluhan utama :
Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
2.      Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan
Klien mengalami ITP yg ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
3.      Riwayat penyakit dahulu
HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua klien.
4.      Riwayat penyakit keluarga
Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan hematologi.
5.      Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan oleh virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a.       Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b.      Tanda-tanda perdarahan.
1)      Petekie terjadi spontan.
2)      Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3)      Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
4)      Menoragie.
5)      Hematuria.
6)      Perdarahan gastrointestinal.
c.       Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.


d.      Aktivitas / istirahat.
Ø  Gejala : - keletihan, kelemahan, malaise umum.
-    toleransi terhadap latihan rendah.
Ø  Tanda :  - takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
  - kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e.       Sirkulasi.
Ø  Gejala : - riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
                menstruasi berat.
      - palpitasi (takikardia kompensasi).
Ø  Tanda :  - TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f.       Integritas ego.
Ø  Gejala : - keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan:
    penolakan transfuse darah.
Ø  Tanda : - DEPRESI.
g.      Eliminasi.
Ø  Gejala : - Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
Ø  Tanda : - distensi abdomen.
h.      Makanan / cairan.
Ø  Gejala : - penurunan masukan diet.
 - mual dan muntah.
Ø  Tanda : - turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i.        Neurosensori.
Ø  Gejala : - sakit kepala, pusing.
 - kelemahan, penurunan penglihatan.
Ø  Tanda : - epistaksis.
 - mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).

j.        Nyeri / kenyamanan.
Ø  Gejala : - nyeri abdomen, sakit kepala.
Ø  Tanda : - takipnea, dispnea.
k.      Pernafasan.
Ø  Gejala : - nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Ø  Tanda : - takipnea, dispnea.
l. Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis.

B.     Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan kelemahan, berat badan menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
b.      Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik) ditandai dengan gangguan pola tidur, klien meringis kesakitan di daerah nyeri, skala nyeri (data subyektif).
c.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan  imobilisasi
d.      Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan belajar, tidak familiar dengan sumber informasi.
e.       Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis ditandai dengan immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.
f.       Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan sianosis, oedema, pucat.
g.      Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.
Diagnose prioritas :
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.

C.    Intervensi Keperawatan
a.       Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan pemenuhan nutrisi klien terpenuhi dengan
Tujuan:
Menghilangkan mual dan muntah
Criteria hasil:
Menunjukkan berat badan stabil


1)   Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.


2)   Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari.


3)   Lakukan konsultasi dengan ahli diet.



4)   Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi.


1)      porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai dengan  kalori.
2)   anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan berat  badan dan malnutrisi yang serius.

3)   sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

4)   meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.



b.        Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik).
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang dengan
Tujuan :
-Melaporkan nyeri yang dialaminya
-Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
-Mengikuti program pengobatan
-Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang    mungkin.


1)   Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas

2)   Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya.

3)   Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
4)   Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
5)   Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.




6)   Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien
7)   Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll


1)      Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.

2)      Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan komplikasi.

3)      Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.

4)      Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.


5)      Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti nyeri.
6)      Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.

7)      Untuk mengatasi nyeri.
















c.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan dari orang lain dengan
Tujuan:
Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas.
Criteria hasil:
Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.



1)      Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan.
2)      Awasi TD, nadi, pernafasan.




3)      Berikan lingkungan tenang.


4)      Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.


1)        mempengaruhi pilihan intervensi.



2)        manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ke jaringan.
3)        meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen  tubuh.
4)        hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.











d.      Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan keluarga mengerti akan penyakit klien dengan
Tujuan:
Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Criteria hasil:
-Menyatakan pemahaman proses penyakit.
-Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan.


1)   Berikan informasi tntang ITP. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP.
2)   Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
3)   Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP.


1)      memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
2)      ketidak tahuan meningkatkan stress.
3)      merupakan kekwatiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien / keluarga.











e.       Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kerusakan bisa berkurang dengan
Tujuan :
-Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
-Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan

a.       Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.


b.      Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
c.       Ubah posisi klien secara teratur.


d.      Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
a.       Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.
b.       Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
c.       Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
d.      Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif










f.       Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan kembali kebentuk normal dengan
Tujuan:
-Tekanan darah normal.
-Pangisian kapiler baik.
Kriteria hasil:
Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.

1)   Awasi TTV, kaji pengisian kapiler.




2)   Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.



3)   Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangasang.

4)   Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas.

1)   memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2)   meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3)   dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.

4)   dispne karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung.











g.      Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Tujuan dan kreteria hasil
Intervensi

Rasional

Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan
Tujuan:
Mengurangi distress pernafasan.
Criteria hasil:
Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif

1)   Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama.






2)   Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.




3)   Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara periodic.

4)   Bantu dengan teknik nafas dalam.

1)      perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan berlanjutnya keterlibatan / pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya intervensi.
2)      memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
3)      meningkatkan areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi.

4)      membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil.









D.    Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).

E.     Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.





















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Trombositopenia menggambarkan individu yag mengalami atau pada resiko tinggi untuk mengalami insufisiensi trombosit sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun, distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau dilusi vaskuler.
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan yang terjadi.

B.     Saran
1.      perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang menderita ITP.
2.      perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan yang bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien.
3.      perawat harus menerapkap komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat kecemasan pasien.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Dorland, W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC : Jakarta
2.      Guyton, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta
3.      Waspadji, Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI : Jakarta
4.      DRUGS.2008.Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications.http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenic-purpura.html
diakses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.39 WITA.
5.      NCI. immune thrombocytopenic purpura. diakses dari http://www.cancer.gov/Templates/db_alpha.aspx?CdrID=559453.htmll
diakses tanggal 4 Nopember 2010 pukul 19.41 WITA.
6.      emedicine.2008. Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari http://www.emedicine.com/med/topic1151.html
diakses tanggal 4 Nopember 2012 pukul 19.46 WITA.
7.      PDSA.2008.ITP.diakses dari
Diakses tanggal 4 November 2012 pukul 20.17 WITA.
8.      Adiantoro, Heru.2010. diakses dari
http://www.scribd.com/doc/30379773/Makalah-ITP.html diakses tanggal 4 Nopember 2012 pukul 23.17 WITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar